BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sastra
merupakan tulisan yang indah (Fananie, 2002: 4). Jenis sastra dari zaman ke
zaman selalu mengalami perubahan. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa
sistem sastra yang ada bukanlah merupakan suatu sistem yang baku, merupakan
suatu sistem yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan zaman dan budaya
(Fananie, 2002: 7). Perubahan sastra tersebut membawa perubahan penting di tengah
kehidupan masyarakat.
Perubahan
sastra terkait dengan perkembangannya di Indonesia, ditandai dengan banyaknya
karya sastra baik puisi, fiksi, dan drama yang diterbitkan. Karya sastra dengan
berbagai genre yang hadir meramaikan perkembangannya. Berbagai genre yang ada
merupakan hasil kreasi dan imajinatif sastrawan yang dituangkan dalam bentuk
karya sastra yang berupa puisi, fiksi, maupun drama sesuai dengan latar
belakang dan ideologi, termasuk lingkungan sosial kehidupannya.
Karya
sastra yang merupakan dunia imajinatif hasil kreasi sastrawan, memiliki
pengaruh terhadap karya sastra yang diciptakannya. Oleh karena itu, baik karya
sastra yang berupa puisi, fiksi maupun drama, memiliki perbedaan. Perbedaan
tersebut terletak pada unsur atau struktur yang dimiliki masing-masing genre
karya sastra. Karya fiksi merupakan genre yang paling dominan dibandingkan dua
genre yang lain. Karena, hal itu terbukti dari banyaknya karya sastra berupa
novel yang menguasai fiksi Indonesia mutakhir.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian dari fiksi, puisi, dan drama?
2. Apa
sajakah perbedaan antara fiksi, puisi, dan drama?
C.
Tujuan
1. Memaparkan
pengertian fiksi, puisi, dan drama.
2. Mendeskripsikan
perbedaan antara fiksi, puisi, dan drama.
D.
Manfaat
1. Mengetahui
pengertian fiksi, puisi, dan drama.
2. Mengetahui
perbedaan antara fiksi, puisi, dan drama.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Fiksi, Puisi, dan Drama
1. Fiksi
Fiksi
merupakan karya sastra yang berupa cerita rekaan atau khayalan yang bersifat imajiner
dan estetis. Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi menyajikan berbagai
permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan, yang sesungguhnya
diungkapkan oleh pengarang melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya.
Menurut Altenbernd dan Lewis (dalam Nurgiantoro, 2003: 2), fiksi diartikan
sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan
mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antarmanusia.
Fiksi
menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan diri
sendiri, sesama, lingkungan, dan interaksi dengan Tuhan. Meskipun fiksi sebagai
cerita rekaan atau khayalan, tetapi di dalamnya dibalut dengan suatu keadaan
yang dapat dikatakan nyata. Fiksi dibuat dengan berlandaskan rasa kesadaran dan
tanggung jawab pengarang dari segi kreativitas sebagai karya seni. Oleh karena
itu, sebagai sebuah cerita, fiksi tidak hanya memiliki tujuan untuk memberikan
hiburan tetapi juga memiliki tujuan estetik. Sebuah karya fiksi mempunyai unsur
pembangun karya fiksi tersebut, diantaranya unsur intrinsik, ekstrinsik, cerita
dan wacana.
a. Unsur
intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang
membangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik terdiri dari tema dan
amanat, fakta cerita, dan sarana cerita. Fakta cerita merupakan hal-hal yang
akan diceritakan di dalam sebuah karya fiksi. Fakta cerita terdiri atas tokoh,
alur (plot), latar (setting). Sarana cerita merupakan hal-hal
yang dimanfaatkan oleh pengarang dalam memilih dan menata detil-detil cerita.
Sarana cerita terdiri atas judul, sudut pandang (point of view), gaya
dan nada. Tema merupakan makna cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita.
b. Unsur
ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang
berada diluar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi
bangunan atau sistem organisme karya sastra. Unsur ekstrinsik terdiri dari
unsur biografi, psikologi, keadaan lingkungan pengarang, pandangan hidup
bangsa, dan lain-lain.
c. Cerita
dan wacana
Cerita merupakan isi dari ekspresi
naratif, sedang wacana merupakan bentuk dari sesuatu (cerita, isi) yang di
ekspresikan (Chatman dalam Nurgiantoro, 2003:). Pihak lain mengatakan bahwa
wacana merupakan sarana untuk mengungkapkan isi. Atau secara singkat dapat
dikatakan, unsur sarana adalah apa
yang ingin dilukiskan dalam teks naratif itu, sedang wacana adalah bagaimana cara melukiskannya.
Unsur-unsur
inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur
yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.
2. Puisi
Puisi
merupakan kata-kata terindah dalam susunan terindah (Samuel Taylor Coleridge).
Banyak para ahli yang mendefinisikan puisi, tetapi arti puisi sesungguhnya
hanya dapat didefinisikan menurut pandangan masing-masing yang menilai. Puisi
disebut sebagai salah satu seni yang tua. Masyarakat primitif menilai penting
sebuah puisi dalam kehidupan mereka, terutama kaitannya dengan upacara yang
mereka lakukan baik yang bersifat natural maupun supernatural (Badrun, 1989:
1).
Puisi
sebagai sebuah karya seni sastra dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya,
baik unsur maupun strukturnya, mengingat bahwa puisi itu adalah struktur yang
tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan (Pradopo, 2007:
3)
Puisi memiliki unsur
intrinsi dan ekstrinsik. Unsur intrinsik terdiri dari diksi, imajenasi, kata
konkret, bahasa figuran, irama dan rima. Unsur ekstrinsik terdiri dari tema,
rasa, nada, dan amanat.
3. Drama
Secara
etimologis, kata “drama” berasal dari kata yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, bereaksi, dan
sebagainya (Harymawan, 1988: 1). Jadi, drama berarti perbuatan atau
tindakan.aristoteles mengartikan drama sebagai imitasi perbuatan manusia. Drama
merupakan sebuah karya yang mempunyai karakteristik khusus, yaitu berdimensi
sastra pada satu sisi dan berdimensi seni pertunjukan pada sisi yang lain
(Damono dalam Dewojati, 2010: 1). Sebuah drama diciptakan selain bertujuan
untuk menghibur juga memberikan kegunaan kepada pembaca (jika drama tersebut
ditulis) dan kepada penonton (jika drama tersebut dipentaskan).
Drama
memiliki unsure pembangun yakni unsure intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik
drama terdiri dari penokohan, alur, latar, konflik-konflik, tema, amanat, dan
aspek gaya bahasa. Unsur ekstrinsik yaitu kreativitas pengarang dan unsure
realitas objektif (kenyataan semesta). Selain itu, Damono dalam Dewojati (2010:
2) mengemukakan bahwa drama mempunyai tiga unsur yang sangat penting yakni
unsur teks drama, unsur pementasan, dan unsur penonton. Hal ini yang membedakan
antara drama dengan puisi dan fiksi.
B.
Perbedaan
antara fiksi, puisi, dan drama
Sebagai karya sastra, fiksi, puisi,
dan drama memiliki unsur yang membedakan ketiganya. Perbedaan yang paling
mendasar dari ketiga genre tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Perbedaan
Secara Umum
|
|||
Unsur
|
Fiksi
|
Puisi
|
Drama
|
Intrinsik
|
-tema dan amanat
-fakta cerita (tokoh, alur (plot),
latar (setting) ).
-sarana cerita (judul,
sudut pandang (point of view), gaya dan nada.
|
diksi, imajenasi/citraan,
kata konkret, bahasa figuran, irama dan rima.
|
penokohan, alur,
latar, konflik-konflik, tema, amanat, dan aspek gaya bahasa.
|
Ekstrinsik
|
Biografi, psikologi,
keadaan lingkungan pengarang, pandangan hidup bangsa, dan lain-lain.
|
tema, rasa, nada, dan
amanat.
|
kreativitas pengarang
dan unsure realitas objektif (kenyataan semesta).
|
Perbedaan Secara Khusus
|
||
Fiksi
|
Puisi
|
Drama
|
Panjang
|
Rima
|
Cakapan
|
Berupa Paragraf
|
Irama
|
Lakuan
|
Teks naratif
|
Majas
|
Teks samping
|
Citraan
|
Untuk dipentaskan
|
|
Singkat
|
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Fiksi,
puisi, dan drama merupakan karya sastra yang sama-sama mempunyai nilai estetis
dan imajinatif. Namaun, setiap karya yang dihasilkan dari genre tersebut
memiliki perbedaan. Perbedaan antara fiksi, puisi, dan drama terletak pada
unsur-unsurnya, baik secara umum maupun khusus. Perbedaan secara umum terdapat
pada unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Sedangkan perbedaan secara khusus terdapat
pada bentuk karya yang dihasilkan pengarang.
B.
Saran
Pembahasan
fiksi, puisi, dan drama hendaknya lebih diperjelas. Terutama mengenai perbedaan
unsur atau strukturnya, agar para pembaca dan penikmat sastra lebih mudah memahami
ketiga genre tersebut. Pembahasan mendalam terhadap ketiga genre dapat mempermudah
pembaca dan para penikmat sastra dalam mengkaji fiksi, puisi, maupun drama
sesuai dengan unsur pembangun yang jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Pradopo, Rachamat Djoko. 2007. Pengkajian
Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Dewo jati, Cahyaningrum. 2010. Drama: Sejarah, Teori, dan Penerapannya. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Badrun, Ahmad. 1989. Teori Puisi. Jakarta:
Depdikbud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar